Media-iweilepunews.com
Kotawaringin Timur — Sengketa lahan antara warga Desa Tumbang Kalang, Kecamatan Antang Kalang, Saudara Samen, dan PT. Tanah Tani Lestari (TTL) memasuki babak baru yang semakin memicu polemik dan keresahan masyarakat. Kasus ini menjadi sorotan publik karena dinilai sarat kejanggalan hukum, tidak transparan, dan berujung pada tindakan-tindakan yang diduga melanggar hukum.
Permasalahan bermula ketika PT. TTL menggugat Saudara Samen ke Pengadilan Negeri Sampit, mengklaim lahan yang dikelola Samen secara turun-temurun adalah milik perusahaan. Putusan tingkat pertama menyatakan perusahaan sebagai pemenang.
Tak tinggal diam, Saudara Samen mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palangka Raya dan berhasil memenangkan perkara. Kemenangan tersebut kemudian diperkuat kembali oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi.
Namun, situasi kembali berubah saat PT. TTL mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Dalam memori PK, perusahaan menyertakan dokumen yang disebut sebagai novum atau bukti baru. Salah satunya adalah dokumen “sita adat”, yang sebenarnya telah pernah diajukan dan dipertimbangkan dalam proses persidangan tingkat pertama. Menurut ketentuan hukum acara perdata, bukti yang pernah diajukan tidak dapat dijadikan novum.
Meski demikian, Mahkamah Agung dikabarkan mengabulkan PK dan kembali memenangkan PT. TTL. Yang menimbulkan tanda tanya besar, hingga saat ini putusan PK tersebut tidak ditemukan dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia — portal resmi yang seharusnya memuat semua putusan perkara dari seluruh pengadilan. Ketiadaan putusan ini menimbulkan kecurigaan publik mengenai transparansi dan keabsahan hukum atas putusan tersebut.
Konflik ini tidak hanya berhenti di ranah perdata. Pada tahun 2023, warga melaporkan dugaan tindak pidana berupa pembongkaran rumah milik Saudara Samen oleh pihak perusahaan. Meski laporan telah disampaikan secara resmi, hingga kini proses hukum terhadap peristiwa tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.
Belum selesai di situ, buntut dari ketegangan yang terus membesar, warga setempat akhirnya mengamankan satu unit mobil Triton milik PT. TTL. Mobil tersebut kemudian diserahkan dan diamankan oleh pihak kepolisian di Polsek Antang Kalang, dan menjadi viral di berbagai platform media sosial.
Kini, perjuangan masyarakat Tumbang Kalang bukan hanya soal mempertahankan hak atas tanah, tetapi juga menyangkut kepercayaan terhadap keadilan hukum di negeri ini. Untuk merespons situasi yang semakin memanas, dijadwalkan akan dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada akhir bulan Juli 2025, melibatkan pihak terkait mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, lembaga legislatif, hingga perwakilan perusahaan.
Warga berharap RDP ini bisa menjadi pintu masuk penyelesaian yang adil dan transparan. Mereka menyerukan agar pemerintah dan lembaga penegak hukum berdiri di atas kebenaran, bukan kekuasaan.
(Redaksi/Jul)