Bukan rahasia umum lagi sengketa lahan mencuat dan viral di kalangan media dan instansi terkait tatakala ada perusahaan tambang batu bara yang ingin melakukan kegiatannya dilapangan.Pasalnya lahan atau tanah bukan merupakan hak ke pemilikan perusahaan dan diwajibkan perusahaan menyelesaikan hak-hak masyarakat terlebih dahulu,baru akan di kerjakan. Tetapi yang sering terjadi polemilk adalah lahan karena ada yang merasa tidak adil dan merasa dizholimi haknya ini yang dialami keluarga besar Jalemu,Muliadi,Parianto dan keturunan Alm.Kijik warga Desa Muara Pari,Kecamatan Lahei,Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah.
Perusahaan tambang batu bara PT.Sam Mining masuk ke wilayah Desa Muara Pari dan telah melakukan pembukaan badan jalan penggarapannya menebang dan memotong kayu untuk jembatan penyeberangan sungai tepatnya saat ini yang masuk diatas lahan yang bersangkutan berdasarkan legalitasnya yang mana lokasi lahan tersebut RKT 2007-2008 adalah RKT PT.Austral Byna dan menerima kompensasi fee atas kayu kayu yang ditebang ,dan saat ini areal PT.Austral Byna tersebut atau lahan hak secara adat hak ulayat turun temurun mereka digarap oleh pihak PT.Sam Mining baru baru ini sehingga membuat berang para pemilik hak dan ahli waris lainya karena belum adanya kesepakatan dan persetujuan atas kegiatan perusahaan PT.Sam Mining. padahal ungkap Jalemu kami sudah beberapa kali melakukan pendekatan,menyampaikan berkas,melakukan mediasi di tripika lahei namun sepertinya tidak ada etikat baik dari perusahaan.
Sehingga kami menyampaikan surat pemberitahuan tanggal 25 November 2024 yang ditujukan kepala Kapolres Barito Utara perihal unjuk rasa, menuntut hak diatas lahan tanah yang kami kelola sambung muliadi bin ikum yang juga para pemilik lahan lainnya. Parianto dan keturunan Alm,Kijik dan didampingi Penerima Kuasa Ahmad Yudan Baya yang kerabat keluarga langsung yang dirugikan pihak PT.Sam Mining atas penggarapan sehingga musnah sumber usaha mata pencaharian masyarakat secara tradisional dari hutan tersebut.
Adapun kegiatan unjuk rasa tersebut dilaksanakan pada tanggal 29 November 2024 sekitar 75 orang keluarga dan kerabat para pemilik hak waktu yang tidak ditentukan sebelum adanya kesepakatan atas ganti kerugian yang dialami kelurga besar tesebut.
Menurut data yang sampaikan pihak perusahaan PT.Sam Mining melakukan kegiatan lapangan berdasarkan Surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah nomor 522/3250/VII.2/Dishut tanggal 8 Juli 2024 Perihal Pelaksanaan Timber Crusing Dalam Rangka Pembuatan Dan Penggunaan Koridor an.PT.Sam Mining dengan panjang 7.378 dan lebar 40 Meter dan pada bulan Agustus 2024 telah mulai fuul dilakukan pengarapan oleh pihak perusahaan padahal lahan belum sepenuhnya selesai dengan warga pemilik cetus muliadi,terhadap media.
Adapun tuntutan ganti kerugian yang kami alami dan kami tuntut terhadap PT.Sam Mining sebesar Rp.1,5 M karena musnah mata pencaharian kami secara turun-temurun akibat kegiatan penggarapan jalan atau pembuatan jalan tersebut,dan kami menuntut sebesar Rp.65.000/Meter yang telah digarap dan seterusnya yang belum digarap dan sebelum adanya kesepakatan kami tidak akan mempersilahkan pihak perusahaan melakukan legiatan diatas lahan kami dan kami menuntut hak berdasarkan legalitas kepemilikan dan pengelolaan lapangan yang kami pelihara serta unjuk rasa menuntut hak ini berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum sangat jelas kami di jamin Undang-Undang tambah Parianto kepada media.
(Red/tim)